Linamasa.com – Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) mengatakan bahwa setidaknya 60 persen dari negara yang memiliki penghasilan rendah, sedang terancam mati.
Hal ini merupakan dampak terjadinya pandemi covid 19 yang berkepanjangan sehingga memicu banyak negara di dunia yang harus menambah hutang demi memenuhi kebutuhan operasional negara.
Belum lagi dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan, semakin memperburuk keadaan, bisa dianggap saat ini sedang krisis beruntun.
Kondisi krisis beruntun menciptakan tekanan yang teramat besar bagi negara – negara kecil.
Terlebih lagi negara yang termasuk dalam kategori keuangan terbatas, di sisi lain lonjakan harga pangan dan minyak yang kian menggila.
“Sekitar 60 persen negara yang cenderung berpendapatan rendah, saat ini sudah atau bahkan hampir mati,” ungkap Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) pada kesempatan acara pembukaan Finance Ministers Meeting di Bali.
Menurut pendapatnya lebih lanjut bahwa, kondisi yang buruk seperti sekarang ini, tidak hanya menebar ancaman bagi kategori negara miskin saja, melainkan juga berdampak pada negara berkembang, hanya saja kondisinya lebih baik.
Negara berkembang bisa dikatakan mempunyai potensi yang besar kesulitan untuk membayar hutang selama kurun waktu satu tahun ke depan.
Namun saat memberikan penjelasan tersebut, Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) tak membeberkan negara mana saja yang masuk dalam kategori sakit dan juga tak mampu untuk membayar hutang.
“Negara – negara berkembang besar kemungkinannya jika tak mampu memenuhi pembayaran hutang setidaknya dalam kurun waktu satu tahun ke depan,” tutur Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia).
Lebih lanjut, Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) juga menjelaskan jika saat ini kondisi global sedang tidak baik – baik saja.
Sejak tahun 2020, cobaan memang terus saja datang yang membuat banyak negara menjadi kelimpungan.
Bahkan negara yang masuk dalam kategori negara maju pun berpeluang bisa ikut masuk ke dalam jurang resesi.
“Jadi, kondisi saat ini dimana terdapat ancaman perang, peningkatan inflasi hingga krisis komoditas secara global bisa memicu peningkatan dan menciptakan limpahan utang yang jelas – jelas nyata didepan mata. Ini berlaku untuk semua negara, mulai dari negara dengan pendapatan rendah, menengah hingga negara dengan ekonomi maju,” tutur Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) lebih lanjut.
Menkeu Ungkap Kesulitan Banyak Negara Berkembang untuk Bayar Hutang
Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) mengingatkan kepada semua negara agar bisa tertib dan tepat waktu dalam membayar hutang.
Tujuannya adalah agar tak menimbulkan resiko terhadap negara lain. Selain itu, ia juga memberikan kode terkait dengan nasib hutang negara berkembang.
Jika sampai ada negara yang tak mampu membayar hutang sesuai tanggal jatuh tempo dan tepat waktu, maka akan memicu timbulnya resiko terhadap negara lain.
Hal ini ditekankan oleh Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) berlaku untuk semua negara berdasarkan level kondisi ekonominya, baik itu negara dengan pendapatan rendah hingga negara dengan pendapatan tinggi.
“Bagi negara yang memiliki kondisi hutang dengan resiko tinggi, ada baiknya untuk melakukan negosiasi lebih lanjut dengan para kreditur. Jika saja jumlah negara yang mempunyai hutang kian bertambah, maka mau tidak mau mekanismenya harus tepat waktu dan juga lebih terprediksi sehingga situasi negara lain pun tak menjadi semakin buruk,” ungkap Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia) pada saat hadir di konferensi pers yang diselenggarakan di Bali pada hari Sabtu, 16 Juli 2022.
Menurutnya, terdapat beberapa negara yang memang sudah berada dalam kesulitan untuk bisa memenuhi pembayaran hutang.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, masing – masing pemerintah dari setiap negara, harus berinisiatif untuk mencoba mengajukan restrukturisasi terlebih dahulu kepada piha kreditur.
“G29 memberikan urgensi kepada semua pihak dengan harapan bisa menghasilkan satu mekanisme untuk segera menyelesaikan hutang yang saat ini banyak dihadapi oleh sejumlah negara,” kata Sri Mulyani (Menteri Keuangan Republik Indonesia).
Indonesia sendiri saat ini telah membukukan hutang negara sebanyak Rp 7.002 triliun dengan rasio jumlah hutang tersebut mencapai 38,8 persen jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per bulan Mei 2022.
Realisasi tersebut cenderung turun daripada bulan sebelumnya yang mana jumlahnya sebanyak Rp 7.040 triliun dengan rasio mencapai 39,09 persen.
Sebelumnya, David Malpass (Presiden Bank Dunia) sudah mewanti – wanti bahwa potensi kesulitan membayar hutang yang besar membayangi sejumlah negara sehingga sulit rasanya untuk menghindari terjadinya resesi.
Mulai dari dampak perang yang tak kunjung berakhir antara Rusia dan Ukraina hingga berbagai gangguan rantai pasok di ruang lingkup global.
“Perang yang terjadi di Ukraina, resiko stagflasi, gangguan rantai pasok dan penguncian di China membuat pertumbuhan begitu terpukul. Bagi banyak negara, datangnya resesi memang sangat sulit untuk dihindari,” tutul David Malpass (Presiden Bank Dunia).
Dalam bidang ilmu ekonomi, suatu negara yang bisa dikatakan sudah mengalami resesi setelah mengalami kontraksi setidaknya dalam dua kuartal secara berturut – turut.
Meski begitu, pihak dari Bank Dunia sudah memberikan isyarat bahwa Indonesia saat ini masih terbebas dari ancaman datangnya resesi.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh pihak Bank Dunia bertajuk Global Economic Prospect dengan masa periode Juni 2022, pertumbuhan ekonomi di Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan sebesar 5,1 persen.
Namun jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan oleh pihak Bank Dunia pada bulan Januari 2022 lalu, angka pertumbuhan ekonominya turun 0,1 persen.
Tenang saja, masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan sebesar 3,7 persen sepanjang tahun 2021.
Bahkan, pihak Bank Indonesia memprediksikan bahwa Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih bergeliat hingga tahun 2024 mendatang.
Angka prediksi pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Dunia mencapai 5,3 persen pada tahun 2023 dan tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google Berita.